Guru Menulis adalah Perangkat pembelajaran dan dinamika pendidikan Dikelola oleh H. Sukarni Chandra Guru SMKN 2 Balikpapan. 081645458388
Selasa, 16 Juni 2009
SISTEM PSB VS “MEMO SAKTI”
SISTEM PSB VS “MEMO SAKTI”
Oleh : H. Sukarni Chandra
Sistem Penerimaan Siswa Baru yang diberlakukan di Balikpapan adalah sebuah system yang mengadopsi semua kepentingan masyarakat. Sistem ini dibuat dan dirancang oleh orang-orang pintar ?... yang ada di Pemerintah.
Setelah Sistem ini “direbus” dan “matang”. Maka disajikan ke sekolah dan masyarakat untuk bisa dinikmati bersama dengan perasaan plong. Dan itulah yang diharapkan dari kedua belah pihak.
Adapun ketika suatu system dirasakan kurang pas. Maka system itu perlu direvisi kembali dan dijadikan acuan tahun berikutnya.
Tahun lalu Sistem PSB itu terasa kurang lezat, mungkin karena ramuannya kurang maksimal. Sekarang mari kita lihat kilas balik sistem PSB tahun 2008 yang ada di Kota Balikpapan. (Teks kalimat dirubah menurut persi penulis namun maknanya tetap).
1. Setelah sekolah dari jenjang pendidikan mengumumkan kelulusannya, maka saat itu juga sampai satu minggu kedepan diberikan peluang bagi gakin dan BL (Bina Lingkungan) untuk mendaftarkan diri pada sekolah diatasnya. Dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Bagi siswa Gakin (Keluarga Miskin) harus diterima dimanapun dia sekolah diwilyah Balikpapan, sedangkan Bina Lingkungan (BL) berdasarkan kuota atau jumlah yang ditentukan.
Sehingga BL tetap harus mengikuti sistem seleksi jika jumlah BL melebihi dari Kuato yang ditetapkan oleh sekolah tersebut.
Yang perlu dianalisa dari ketentuan ini adalah ; kenapa Gakin tidak perlu seleksi dan bebas menentukan sekolah dimanapun ?...
Ketentuan ini sebenarnya bagus karena sesuai dengan konsep agama untuk menyantuni Orang miskin”. Tapi harus diingat bahwa penyantunan orang miskin tetap harus melalui prosedur. Karena sistem seperti akan merugikan orang lain ketika ada seseorang yang lebih bagus nilainya dari si Gakin lantas jatahnya hilang karena diprioritaskan gakin. Maka hal seperti itu mengambil yang “sunnat” tetapi melanggar yang “Wajib”.
Karena Kompetisi juga sangat dianjurkan dalam agama.
Seperti perintah “ Berlomba-lomba kamu dalam kebaikan” lalu adalagi ayat yang lain yang artibebasnya “ allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat”.
Ketika ada sekolah yang favorit dimasyarakat maka harus kita akui berarti derajat sekolah itu lebih tinggi dibandingkan sekolah yang tidak favorit.
Sehingga diharapkan sistem penerimaan Gakin dilakukan seperi sistem PSB Reguler. Nah … ketika mereka sudah diterima dimanapun dan sekolah apapun. Maka kewajiban Pemkot untuk menyantuni biaya si Gakin berdasarkan ketentuan dari sekolah yang bersangkutan.
b. Penentuan Kuota dari siswa BL sudah cukup bagus namun tetap harus dibicarakan dengan pihak-pihak yang terkait seperti sekolah, diknas dan DPRD sehingga wilayah-wilyah BL tetap disesuiakan dengan domisili sekolah.
2. Sistem Pelaporan siswa PSB dilaporkan setiap hari sudah sangat baik. Apalagi kalau ada sistem yang menunjang kegiatan PSB seperti sistem On line. Dan ini harus diteruskan di tahun 2008.
3. Kebijakan siswa luar daerah sudah cukup bagus karena Balikpapan ingin menjadikan warganya menjadi tuan rumah dinegeri sendiri. Maka Siswa yang berada di luar daerah harus ada surat pindah, surat rekomendasi dari Dinas dan diadakan tes.
4. Pengumuman siswa diterima harus diseragamkan dari masing-masing jenjang sekolah.
Jika sistem ini sudah bagus maka secara kasat mata susah untuk dicari celah terhadap kecurangan-kecurang yang dilakukan oleh pihak sekolah. Sekarang sistem ini harus dihadapkan lagi dan bertarung dengan suatu raksasa yang namanya “Memo Sakti”.
Sebelum mereka bertarung ada baiknya kalau kita lihat cuplikan pragmen berikut :
Datanglah seorang bapak bersama anaknya yang bernama BT (Bina Titipan) kepada salah seorang anggota Dewan yang ada di negeri antah berantah yang kebetulan kakak kandung dari orang tua BT.
“Kak Haji, Si BT inikan sudah lulus SMP tapi nilainya pas-pasan, habis kumarah-marahi dirumah, tapi karena kita orang tua ya… akhirnya kubawa juga kesini untuk minta tolong ke Kak Haji supaya bisa masukkan anakku ke SMA “mawar” itu…
Lalu dijawablah oleh Kak Haji yang anggota dewan tersebut ; “Mana bisa aku masukkan si BT orang aku bukan Kepala Sekolah,…Masukkan aja dulu mana tau diterima”. Jawab Pak Haji dengan jawaban yang Idealis.
Dua hari kemudian datang lagi si Bapak dengan anaknya BT. “Kak Haji … terlempar jauh anakku, tolonglah … dulu juga aku jadi tim suksesmu ndak minta apa-apa sampai istriku marah-marah karena aku ndak kerja…Nah sekarang masa nolong anakku saja ndak bisa ???????????...”
Walaupun ini suatu drama namun pragmen ini adalah fakta yang sering terjadi di masyarakat. Tidak saja pada anggota Dewan siapapun kita ketika sudah menduduki jabatan Walikota, Wakil Walikota, Ka. Bag, Kasi, Ka. Dinas, Camat, Lurah, RT, Ketua Komite, dll. Ketika kita menerima realita seperti pragmen tadi apalagi disertai dengan hutang budi. Maka pasti kita berdiri di dua persimpangan antara realita dan idealis. Antara hilangnya kepercayaan keluarga atau pengikut kepada kita dengan sikap kesatria sepagai penjaga suatu sistem. Tinggal kita menentukan suatu kebijakan dari 2 pilahan tersebut.
Ketika pilihan jatuh pada nomor 2 atau sikap idealist maka sebenarnya kita sudah mengambil keputusan tepat, karena yang dihadapi hanya 1 orang dan itu bisa diberikan pengertian.
Namun jika pilihan jatuh pada nomor 1 maka ada berapa pihak yang harus dirugikan diantaranya :
1. Siswa yang memiliki nilai lebih tinggi dari BT akan tersingkir karena jatahnya terisi oleh BT.
2. Nama baik diri Sendiri sebagai anggota dewan.
3. Kepala Sekolah
4. Panitia.
Jika Memo sempat diluncurkan dalam bentuk kertas, SMS (Pesan singkat), atau telephone langsung dengan kalimat sakti “tolong…, atau “nanti bisa di atur”,” saya yang tanggung jawab”, Maka Kepala Sekolah yang berada di bawah tekanan akan mempunyai 2 sikap :
1. Counter attack menyerang balik kepada si pembuat memo. Jika ini yang dilakukan maka selesai segala urusan.
2. Namun jika dia “deal” maka mereka mengintruksikan kepada bawahannya dalam hal ini Panitia dengan kalimat sakti juga “jangan sampai ketahuan orang lain”,”Bagaimana caranya lah…”.
Sekarang tiba giliran Panita. Dan mereka juga memiliki 2 sikap ;
1. Menolak. Selesai urusan. Maka kepala Sekolah ambil tindakan sendiri atau membuat tim baru.
2. Jika “Deal” ada permainan baru didalamnya.
Kemungkinan yang bisa dilakukan adalah :
1. Bermain di Dalam
a. Mencuri umur kalau SD, atau nilai SKHU yang dimanifulasi (untuk SMP dan SLTA).
b. Kalau ada soal teori atau praktek maka nilai tersebut yang bermain.
c. Kalau ada yang mundur maka BT (Bina titipan) ini yang dimasukkan.
2. Bermain di Luar. Sistem ini dipakai jika BT ( Bina Titipan) ini jumlahnya banyak maka mereka biasanya melibatkan komite untuk mencari “jalan keluar”.
Maka dalam pertarungan ini kalahlah Sistem PSB dan menang “Memo Sakti”.
Agar sistem PSB bisa menang maka semua pihak yang peduli pendidikan bersih harus memantau seluruh pelaksanaan sistem PSB dengan cara :
1. Setiap peserta yang mendaftar harus mengingat-ingat nilai SKHU dari teman-temannya. Siapa yang tinggi dari siapa, siapa yang rendah dari siapa. Sehingga ketika merasa nilai temannya rendah kemudian bisa masuk dalam daftar kita perlu mengkroscek kembali dan menanyakan kepada panitia.
2. Melihat jumlah kelas ketika sudah 1 – 2 minggu belajar pertama. Apakah sesuai kuota atau tidak.
Apabila terdapat kejanggalan maka selesaikan secara bijaksana dan santun yaitu menyerahkan kepada yang berwenang dalam hal ini Diknas dan jajaran yang terkait dari penyelesaian tersebut.
Dengan pengawasan yang melekat dan kontinyu insya Allah sistem PSB yang bersih akan menag. Sekian.
MAJULAH PENDIDIKAN INDONSIA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus