Sabtu, 13 Juni 2009

UNAS MODEL LAMA DENGAN MASALAH BARU Saya teringat komentarnya Jusuf Kalla ketika berkunjung ke Amerika. Pada saat itu JK ditanyai tentang pendidikan di Indonesia. Orang Amerika : Bagimana pendidikan di Indoneisa, pak ?... Lalu JK Menjawab : Oh bagus,... Orang Amerika : Bisa bapak tunjukkan bukti prestasinya pak. Lalu JK Menjawab : Buktinya, anak lulusan SD saja bisa menjadi presiden di negeri anda. Sementara lulusan dari amerika tidak ada yang bisa menjadi presiden di negeri kami....(itu dulu loh ... kalau sekarang nggak ada lagi). Terlepas dari kelakarnya Jusuf Kalla hal itu memang ada benarnya. Dan jangan lupa orang-orang pintar di negeri ini juga sebenarnya berasal dari sistem pendidikan yang kadaluarsa di negeri ini. Sehingga kadang-kadang para pengambil kebijakan dengan latah mengubah – ubah suatu sistem pendidikan. (Mungkin disitu ada proyeknya... ya pasti laaaah) Saya akan coba mengangkat sistem pendidikan sekarang bukan berarti saya anti dengan hal-hal yang baru, justru saya mendukung setiap inovasi pendidikan namun untuk merubah suatu sistem pendidikan alangkah baiknya tidak dicampuri dengan kepentingan-kepentingan lain. Seperti kepentingan bisnis, politik dan lain sebagainya. Dulu waktu saya masih SD ingin menempuh SLTP ada evaluasinya namanya EBTANAS, begitu juga ketika SLTP ke SLTA (SMEA) pada waktu itu saya harus menempuh yang namanya EBTANAS, begitu juga ketika akan mengakhiri pendidikan di SMEA maka sayapun harus menempuh EBTANAS. Tapi waktu itu tidak terlalu hingar bingar seperti Sekarang ini dan saya melihat permasalahan juga tidak seklomplek Sekarang ini. Contoh ketika sekolah mengumumkan tanggal sekian pengumumannya maka tepat ketika tanggal dimaskud tiba pengumuman dilaksanakan. Beda dengan sekarang yang selalu molor. Padahal kalau dibandingkan dengan dulu maka teknologi sekarang telah maju. Dulu tidak ada LJK, tidak ada alat pemindai yang mempermudah pengoreksiannya. Sekarang timbul pertanyaan : Bagus sekarang atau bagus dulu ya ?... Sebelum menjawab pertanyaan baiknya kita analisa dulu ya Evaluasi DULU (EBTANAS) Evaluasi SEKARANG (UNAS) Keterangan 1. Pilihan Ganda (silang). Tidak terlalu kompleks, peserta cukup menulis nomor dan nama. pilihan juga tidak menggunakan LJK sehingga manipulasi cukup tinggi. 2. Sistem pengawasan silang 3. Ebtanas tidak menjadi penentu 1. Pilihan Ganda (LJK) Lebih kompleks, menantang, Perlu kehati-hatian dalam mengisi, serta tingkat keakuratan yang tinggi, serta teknik koreksi yang cepat. 2. Sistem pengawasan silang ditambah dengan pengawas indefendent dan polisi. (sebenarnya ini merendahkan martabat guru, koq... kayanya guru nggak bisa ngawas) Terjadi pembengkakan anggaran. 3. Unas menjadi penentu Bagus sekarang Mendingan dulu supaya anggaran untuk pengawas independent dan polisi ditiadakan tapi insentif guru yang mengawas dapat ditingkatkan. Nah… yang ini lebih bagus yang dulu. Pembahasannya nanti dipaparkan lebih lanjut. Nah sebenarnya pangkal gagalnya sistem pendidikan sekarang bukan pada suatu inovasi atau kurikulum tetapi lebih kepada suatu sitemnya. Dulu ketika Evaluasi (Ebtanas) tidak menjadi penentu lulus atau tidak lulus seseorang maka sitem ini berjalan lancar selama beberapa dekade. Tetapi ketika Evaluasi (UNAS) sekarang ini ikut menjadi penentu akan lulus/tidak lulusnya peserta didik. Maka saat itulah sistem pendidikan mulai kacau. Semenjak diluncurkan unas masalah selalu ada dari tahun ke tahun. Beberapa tahun yang lalu ada sejumlah siswa-siswi yang diterima di perguruan tinggi negri di Jawa eh… ternyata mereka tidak dinyatkan lulus karena gagal disalah satu mata pelajaran UNAS. Bahkan ada seorang pelajar yang mewakili Indonesia dalam ajang Olimpiade malah dinyatakan tidak lulus karena nilai salah satu mata pelajaran yang diujikan tidak mencapai standart. Hal seperti ini juga menimpa siswa saya yang telah dinyatakan lulus untuk pendidikan disalah satu angkatan di Negeri ini juga harus mengundurkan diri secara otomatis karena dinyatakan gagal dalam salah satu mata pelajaran yang diunaskan. Bahkan UNAS sekarang menjadi monster yang mengerikan dalam dunia Pendidikan. Baik untuk siswa, orangtua, guru, sekolah maupun stockholdernya. Ketika stockholder menekan kepada para kepala sekolah agar meningkatkan kelulusannya menjadi 100%, maka kepala sekolahpun mengumpulkan para guru untuk dapat meningkatkan kelulusannya menjadi 100 %. Gurupun ikut-ikut menghantui siswa dan para orang tua tentang momok monster menakutkan yanb bernama unas tersebut. Untuk meraih hasil tersebut maka berbagai cara harampun dilakukan mulai dari pembocoran soal, transaksi soal dan jawaban, SMS jawaban, menulis jawaban di WC-wc sekolah dan lain-lain yang belum diketahui. Akhirnya sistem pendidikan ini menghasilkan pendidikan yang tidak sehat yaitu. Keboborokan moral yaitu KEJUJURAN. Entah sudah berapa ratus pakar pendidikan mengulas tentang sistem pendidikan unas sekarang ini tapi koq pemerintah kayanya tutup mata ya... Mereka itu tetap bertahan dengan alasan yang tidak terlalu mendasar. Apa sih...alasannya? Ini dia alasannya : 1. Unas diperlukan untuk mengukur keberhasilan peserta didik pada setiap akhir tingkatan pendidikan 2. Sebagai standardisasi kualitas pendidikan nasional di mata dunia. 3. Unas merupakan alat evaluasi utama hasil belajar dan digunakan sebagai alat seleksi ke jenjang pendidikan selanjutnya. 4. Menjalankan UU Sisdiknas yang mengharuskan adanya unas. Sehingga jika tidak menyelenggarakan Unas melanggar UU. 5. Mencontoh negara maju yang menerapkan unas. Saya katakan tidak terlalu mendasar karena hal semacam itu sudah sejak dulu. 1. Unas sebenarnya sudah ada sejak dulu. Dan sebenarnya istilah Unas adalah ganti baju dari sitem evalausi terdahulu 2. Sebagai standarisasi. Hal ini juga sebenarnya sudah dilakukan dengan sistem pendidikan sebelumnya. 3. Alat untuk melanjutkan ke tingakat pendidikan selanjutnya. Hal ini juga sebenarnya sudah diberlakukan sejak dulu. 4. Menjalankan UU Sisdiknas. Inipun saya setuju. 5. Mencontoh negara maju yang mnjalankan Unas. Ini juga saya setuju. Namun perlu diingat tidak semua negara yang maju dalam pendidikan menyelenggarakan unas lho. Contohnya Finlandia yang tergolong no. 1 dalam dunia pendidikan mereka justru tidak pernah menyelenggarakan UNAS. (ngabisin anggaran katanya) Permasalahan yang tidak saya setuju ketika UNAS ini dijadikan sebagai syarat kelulusan. Apa kata Dunia ... masa Unas yang tiga hari harus menjadi syarat mutlak kelulusan siswa. Udah dulu ah... ngantuk. Insya Allah saya akan terus menulis tentang dunia pendidikan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar