Tampilkan postingan dengan label Dunia Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dunia Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 Juni 2009

SISTEM PSB VS “MEMO SAKTI”

SISTEM PSB VS “MEMO SAKTI” Oleh : H. Sukarni Chandra Sistem Penerimaan Siswa Baru yang diberlakukan di Balikpapan adalah sebuah system yang mengadopsi semua kepentingan masyarakat. Sistem ini dibuat dan dirancang oleh orang-orang pintar ?... yang ada di Pemerintah. Setelah Sistem ini “direbus” dan “matang”. Maka disajikan ke sekolah dan masyarakat untuk bisa dinikmati bersama dengan perasaan plong. Dan itulah yang diharapkan dari kedua belah pihak. Adapun ketika suatu system dirasakan kurang pas. Maka system itu perlu direvisi kembali dan dijadikan acuan tahun berikutnya. Tahun lalu Sistem PSB itu terasa kurang lezat, mungkin karena ramuannya kurang maksimal. Sekarang mari kita lihat kilas balik sistem PSB tahun 2008 yang ada di Kota Balikpapan. (Teks kalimat dirubah menurut persi penulis namun maknanya tetap). 1. Setelah sekolah dari jenjang pendidikan mengumumkan kelulusannya, maka saat itu juga sampai satu minggu kedepan diberikan peluang bagi gakin dan BL (Bina Lingkungan) untuk mendaftarkan diri pada sekolah diatasnya. Dengan ketentuan sebagai berikut : a. Bagi siswa Gakin (Keluarga Miskin) harus diterima dimanapun dia sekolah diwilyah Balikpapan, sedangkan Bina Lingkungan (BL) berdasarkan kuota atau jumlah yang ditentukan. Sehingga BL tetap harus mengikuti sistem seleksi jika jumlah BL melebihi dari Kuato yang ditetapkan oleh sekolah tersebut. Yang perlu dianalisa dari ketentuan ini adalah ; kenapa Gakin tidak perlu seleksi dan bebas menentukan sekolah dimanapun ?... Ketentuan ini sebenarnya bagus karena sesuai dengan konsep agama untuk menyantuni Orang miskin”. Tapi harus diingat bahwa penyantunan orang miskin tetap harus melalui prosedur. Karena sistem seperti akan merugikan orang lain ketika ada seseorang yang lebih bagus nilainya dari si Gakin lantas jatahnya hilang karena diprioritaskan gakin. Maka hal seperti itu mengambil yang “sunnat” tetapi melanggar yang “Wajib”. Karena Kompetisi juga sangat dianjurkan dalam agama. Seperti perintah “ Berlomba-lomba kamu dalam kebaikan” lalu adalagi ayat yang lain yang artibebasnya “ allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat”. Ketika ada sekolah yang favorit dimasyarakat maka harus kita akui berarti derajat sekolah itu lebih tinggi dibandingkan sekolah yang tidak favorit. Sehingga diharapkan sistem penerimaan Gakin dilakukan seperi sistem PSB Reguler. Nah … ketika mereka sudah diterima dimanapun dan sekolah apapun. Maka kewajiban Pemkot untuk menyantuni biaya si Gakin berdasarkan ketentuan dari sekolah yang bersangkutan. b. Penentuan Kuota dari siswa BL sudah cukup bagus namun tetap harus dibicarakan dengan pihak-pihak yang terkait seperti sekolah, diknas dan DPRD sehingga wilayah-wilyah BL tetap disesuiakan dengan domisili sekolah. 2. Sistem Pelaporan siswa PSB dilaporkan setiap hari sudah sangat baik. Apalagi kalau ada sistem yang menunjang kegiatan PSB seperti sistem On line. Dan ini harus diteruskan di tahun 2008. 3. Kebijakan siswa luar daerah sudah cukup bagus karena Balikpapan ingin menjadikan warganya menjadi tuan rumah dinegeri sendiri. Maka Siswa yang berada di luar daerah harus ada surat pindah, surat rekomendasi dari Dinas dan diadakan tes. 4. Pengumuman siswa diterima harus diseragamkan dari masing-masing jenjang sekolah. Jika sistem ini sudah bagus maka secara kasat mata susah untuk dicari celah terhadap kecurangan-kecurang yang dilakukan oleh pihak sekolah. Sekarang sistem ini harus dihadapkan lagi dan bertarung dengan suatu raksasa yang namanya “Memo Sakti”. Sebelum mereka bertarung ada baiknya kalau kita lihat cuplikan pragmen berikut : Datanglah seorang bapak bersama anaknya yang bernama BT (Bina Titipan) kepada salah seorang anggota Dewan yang ada di negeri antah berantah yang kebetulan kakak kandung dari orang tua BT. “Kak Haji, Si BT inikan sudah lulus SMP tapi nilainya pas-pasan, habis kumarah-marahi dirumah, tapi karena kita orang tua ya… akhirnya kubawa juga kesini untuk minta tolong ke Kak Haji supaya bisa masukkan anakku ke SMA “mawar” itu… Lalu dijawablah oleh Kak Haji yang anggota dewan tersebut ; “Mana bisa aku masukkan si BT orang aku bukan Kepala Sekolah,…Masukkan aja dulu mana tau diterima”. Jawab Pak Haji dengan jawaban yang Idealis. Dua hari kemudian datang lagi si Bapak dengan anaknya BT. “Kak Haji … terlempar jauh anakku, tolonglah … dulu juga aku jadi tim suksesmu ndak minta apa-apa sampai istriku marah-marah karena aku ndak kerja…Nah sekarang masa nolong anakku saja ndak bisa ???????????...” Walaupun ini suatu drama namun pragmen ini adalah fakta yang sering terjadi di masyarakat. Tidak saja pada anggota Dewan siapapun kita ketika sudah menduduki jabatan Walikota, Wakil Walikota, Ka. Bag, Kasi, Ka. Dinas, Camat, Lurah, RT, Ketua Komite, dll. Ketika kita menerima realita seperti pragmen tadi apalagi disertai dengan hutang budi. Maka pasti kita berdiri di dua persimpangan antara realita dan idealis. Antara hilangnya kepercayaan keluarga atau pengikut kepada kita dengan sikap kesatria sepagai penjaga suatu sistem. Tinggal kita menentukan suatu kebijakan dari 2 pilahan tersebut. Ketika pilihan jatuh pada nomor 2 atau sikap idealist maka sebenarnya kita sudah mengambil keputusan tepat, karena yang dihadapi hanya 1 orang dan itu bisa diberikan pengertian. Namun jika pilihan jatuh pada nomor 1 maka ada berapa pihak yang harus dirugikan diantaranya : 1. Siswa yang memiliki nilai lebih tinggi dari BT akan tersingkir karena jatahnya terisi oleh BT. 2. Nama baik diri Sendiri sebagai anggota dewan. 3. Kepala Sekolah 4. Panitia. Jika Memo sempat diluncurkan dalam bentuk kertas, SMS (Pesan singkat), atau telephone langsung dengan kalimat sakti “tolong…, atau “nanti bisa di atur”,” saya yang tanggung jawab”, Maka Kepala Sekolah yang berada di bawah tekanan akan mempunyai 2 sikap : 1. Counter attack menyerang balik kepada si pembuat memo. Jika ini yang dilakukan maka selesai segala urusan. 2. Namun jika dia “deal” maka mereka mengintruksikan kepada bawahannya dalam hal ini Panitia dengan kalimat sakti juga “jangan sampai ketahuan orang lain”,”Bagaimana caranya lah…”. Sekarang tiba giliran Panita. Dan mereka juga memiliki 2 sikap ; 1. Menolak. Selesai urusan. Maka kepala Sekolah ambil tindakan sendiri atau membuat tim baru. 2. Jika “Deal” ada permainan baru didalamnya. Kemungkinan yang bisa dilakukan adalah : 1. Bermain di Dalam a. Mencuri umur kalau SD, atau nilai SKHU yang dimanifulasi (untuk SMP dan SLTA). b. Kalau ada soal teori atau praktek maka nilai tersebut yang bermain. c. Kalau ada yang mundur maka BT (Bina titipan) ini yang dimasukkan. 2. Bermain di Luar. Sistem ini dipakai jika BT ( Bina Titipan) ini jumlahnya banyak maka mereka biasanya melibatkan komite untuk mencari “jalan keluar”. Maka dalam pertarungan ini kalahlah Sistem PSB dan menang “Memo Sakti”. Agar sistem PSB bisa menang maka semua pihak yang peduli pendidikan bersih harus memantau seluruh pelaksanaan sistem PSB dengan cara : 1. Setiap peserta yang mendaftar harus mengingat-ingat nilai SKHU dari teman-temannya. Siapa yang tinggi dari siapa, siapa yang rendah dari siapa. Sehingga ketika merasa nilai temannya rendah kemudian bisa masuk dalam daftar kita perlu mengkroscek kembali dan menanyakan kepada panitia. 2. Melihat jumlah kelas ketika sudah 1 – 2 minggu belajar pertama. Apakah sesuai kuota atau tidak. Apabila terdapat kejanggalan maka selesaikan secara bijaksana dan santun yaitu menyerahkan kepada yang berwenang dalam hal ini Diknas dan jajaran yang terkait dari penyelesaian tersebut. Dengan pengawasan yang melekat dan kontinyu insya Allah sistem PSB yang bersih akan menag. Sekian. MAJULAH PENDIDIKAN INDONSIA

Sabtu, 13 Juni 2009

UNAS MODEL LAMA DENGAN MASALAH BARU Saya teringat komentarnya Jusuf Kalla ketika berkunjung ke Amerika. Pada saat itu JK ditanyai tentang pendidikan di Indonesia. Orang Amerika : Bagimana pendidikan di Indoneisa, pak ?... Lalu JK Menjawab : Oh bagus,... Orang Amerika : Bisa bapak tunjukkan bukti prestasinya pak. Lalu JK Menjawab : Buktinya, anak lulusan SD saja bisa menjadi presiden di negeri anda. Sementara lulusan dari amerika tidak ada yang bisa menjadi presiden di negeri kami....(itu dulu loh ... kalau sekarang nggak ada lagi). Terlepas dari kelakarnya Jusuf Kalla hal itu memang ada benarnya. Dan jangan lupa orang-orang pintar di negeri ini juga sebenarnya berasal dari sistem pendidikan yang kadaluarsa di negeri ini. Sehingga kadang-kadang para pengambil kebijakan dengan latah mengubah – ubah suatu sistem pendidikan. (Mungkin disitu ada proyeknya... ya pasti laaaah) Saya akan coba mengangkat sistem pendidikan sekarang bukan berarti saya anti dengan hal-hal yang baru, justru saya mendukung setiap inovasi pendidikan namun untuk merubah suatu sistem pendidikan alangkah baiknya tidak dicampuri dengan kepentingan-kepentingan lain. Seperti kepentingan bisnis, politik dan lain sebagainya. Dulu waktu saya masih SD ingin menempuh SLTP ada evaluasinya namanya EBTANAS, begitu juga ketika SLTP ke SLTA (SMEA) pada waktu itu saya harus menempuh yang namanya EBTANAS, begitu juga ketika akan mengakhiri pendidikan di SMEA maka sayapun harus menempuh EBTANAS. Tapi waktu itu tidak terlalu hingar bingar seperti Sekarang ini dan saya melihat permasalahan juga tidak seklomplek Sekarang ini. Contoh ketika sekolah mengumumkan tanggal sekian pengumumannya maka tepat ketika tanggal dimaskud tiba pengumuman dilaksanakan. Beda dengan sekarang yang selalu molor. Padahal kalau dibandingkan dengan dulu maka teknologi sekarang telah maju. Dulu tidak ada LJK, tidak ada alat pemindai yang mempermudah pengoreksiannya. Sekarang timbul pertanyaan : Bagus sekarang atau bagus dulu ya ?... Sebelum menjawab pertanyaan baiknya kita analisa dulu ya Evaluasi DULU (EBTANAS) Evaluasi SEKARANG (UNAS) Keterangan 1. Pilihan Ganda (silang). Tidak terlalu kompleks, peserta cukup menulis nomor dan nama. pilihan juga tidak menggunakan LJK sehingga manipulasi cukup tinggi. 2. Sistem pengawasan silang 3. Ebtanas tidak menjadi penentu 1. Pilihan Ganda (LJK) Lebih kompleks, menantang, Perlu kehati-hatian dalam mengisi, serta tingkat keakuratan yang tinggi, serta teknik koreksi yang cepat. 2. Sistem pengawasan silang ditambah dengan pengawas indefendent dan polisi. (sebenarnya ini merendahkan martabat guru, koq... kayanya guru nggak bisa ngawas) Terjadi pembengkakan anggaran. 3. Unas menjadi penentu Bagus sekarang Mendingan dulu supaya anggaran untuk pengawas independent dan polisi ditiadakan tapi insentif guru yang mengawas dapat ditingkatkan. Nah… yang ini lebih bagus yang dulu. Pembahasannya nanti dipaparkan lebih lanjut. Nah sebenarnya pangkal gagalnya sistem pendidikan sekarang bukan pada suatu inovasi atau kurikulum tetapi lebih kepada suatu sitemnya. Dulu ketika Evaluasi (Ebtanas) tidak menjadi penentu lulus atau tidak lulus seseorang maka sitem ini berjalan lancar selama beberapa dekade. Tetapi ketika Evaluasi (UNAS) sekarang ini ikut menjadi penentu akan lulus/tidak lulusnya peserta didik. Maka saat itulah sistem pendidikan mulai kacau. Semenjak diluncurkan unas masalah selalu ada dari tahun ke tahun. Beberapa tahun yang lalu ada sejumlah siswa-siswi yang diterima di perguruan tinggi negri di Jawa eh… ternyata mereka tidak dinyatkan lulus karena gagal disalah satu mata pelajaran UNAS. Bahkan ada seorang pelajar yang mewakili Indonesia dalam ajang Olimpiade malah dinyatakan tidak lulus karena nilai salah satu mata pelajaran yang diujikan tidak mencapai standart. Hal seperti ini juga menimpa siswa saya yang telah dinyatakan lulus untuk pendidikan disalah satu angkatan di Negeri ini juga harus mengundurkan diri secara otomatis karena dinyatakan gagal dalam salah satu mata pelajaran yang diunaskan. Bahkan UNAS sekarang menjadi monster yang mengerikan dalam dunia Pendidikan. Baik untuk siswa, orangtua, guru, sekolah maupun stockholdernya. Ketika stockholder menekan kepada para kepala sekolah agar meningkatkan kelulusannya menjadi 100%, maka kepala sekolahpun mengumpulkan para guru untuk dapat meningkatkan kelulusannya menjadi 100 %. Gurupun ikut-ikut menghantui siswa dan para orang tua tentang momok monster menakutkan yanb bernama unas tersebut. Untuk meraih hasil tersebut maka berbagai cara harampun dilakukan mulai dari pembocoran soal, transaksi soal dan jawaban, SMS jawaban, menulis jawaban di WC-wc sekolah dan lain-lain yang belum diketahui. Akhirnya sistem pendidikan ini menghasilkan pendidikan yang tidak sehat yaitu. Keboborokan moral yaitu KEJUJURAN. Entah sudah berapa ratus pakar pendidikan mengulas tentang sistem pendidikan unas sekarang ini tapi koq pemerintah kayanya tutup mata ya... Mereka itu tetap bertahan dengan alasan yang tidak terlalu mendasar. Apa sih...alasannya? Ini dia alasannya : 1. Unas diperlukan untuk mengukur keberhasilan peserta didik pada setiap akhir tingkatan pendidikan 2. Sebagai standardisasi kualitas pendidikan nasional di mata dunia. 3. Unas merupakan alat evaluasi utama hasil belajar dan digunakan sebagai alat seleksi ke jenjang pendidikan selanjutnya. 4. Menjalankan UU Sisdiknas yang mengharuskan adanya unas. Sehingga jika tidak menyelenggarakan Unas melanggar UU. 5. Mencontoh negara maju yang menerapkan unas. Saya katakan tidak terlalu mendasar karena hal semacam itu sudah sejak dulu. 1. Unas sebenarnya sudah ada sejak dulu. Dan sebenarnya istilah Unas adalah ganti baju dari sitem evalausi terdahulu 2. Sebagai standarisasi. Hal ini juga sebenarnya sudah dilakukan dengan sistem pendidikan sebelumnya. 3. Alat untuk melanjutkan ke tingakat pendidikan selanjutnya. Hal ini juga sebenarnya sudah diberlakukan sejak dulu. 4. Menjalankan UU Sisdiknas. Inipun saya setuju. 5. Mencontoh negara maju yang mnjalankan Unas. Ini juga saya setuju. Namun perlu diingat tidak semua negara yang maju dalam pendidikan menyelenggarakan unas lho. Contohnya Finlandia yang tergolong no. 1 dalam dunia pendidikan mereka justru tidak pernah menyelenggarakan UNAS. (ngabisin anggaran katanya) Permasalahan yang tidak saya setuju ketika UNAS ini dijadikan sebagai syarat kelulusan. Apa kata Dunia ... masa Unas yang tiga hari harus menjadi syarat mutlak kelulusan siswa. Udah dulu ah... ngantuk. Insya Allah saya akan terus menulis tentang dunia pendidikan kita.